ABSTRAK
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan
tanah yang tak terkendali mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi
biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat
mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat
pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat disebabkan karena penggunaan
agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari
penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, kesehatan petani,
menurunnya keanekaragaman hayati. Untuk itu solusi alternatif adalah
pertanian ramah lingkungan dengan menerapkan pertanian organik dalam
pembangunan pertanian. Makalah ini bertujuan untuk membahas mengenai visi
pembangunan pertanian ke depan dan masalah dan tantangannya. Di dalam makalah
ini juga akan dibahas keunggulan dan kelemahan pertanian organik. Diharapkan
dengan adanya penjelasan ini maka akan timbul kesadaran pada diri kita semua
bahwa pertanian organik merupakan pertanian masa depan sebagai usaha manusia
menjaga kesehatan tubuh dan kelestarian alam dan lingkungan akan didapat sumber
air yang aman untuk kita konsumsi. Data yang dikumpulkan dalam penulisan karya
tulis ini adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh
dari beberapa literatur ilmiah. Konsep pertanian berkelanjutan sebagai respon
terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus pada tujuan pertumbuhan
ekonomi tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas produksi
maupun kualitas lingkungan hidup. Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam
pertanian berkelanjutan adalah membangun pemerintahan yang baik dan
memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional, mewujudkan
kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil,
mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani, dan
pemerataan hasil pembangunan, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian,
membangunan sistem agribisnis terkoordinatif, melestarikan sumberdaya alam dan
fungsi lingkungan hidup, membangun sistem iptek yang efisien.
Pendahuluan
Pembangunan pertanian bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia :Pangan, sandang, papan dan lingkungan sehat melalui pengelolaan produktif sumber daya alam, sumberdaya kultural, sumber daya kapital dan teknologi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pembagunan pertanian akan mengalami perubahan dan penyesuaian yang cukup besar dan mendasar. Dibalik keberhasilan dengan kenaikan PDB perkapita dan pembangunan fisik, sisi negatifnya tampak dominan jika dilihat masih rendahnya tingkat pendapatan riil petani, lambatnya pertumbuhan aktivitas ekonomi berbasis pertanian pedesaan dan kesenjangan produktivitas tenaga kerja earning capacity sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lain (Seta, AK, 2001).
Salah satu masalah yang dihadapi oleh para petani di negara yang sedang berkembang adalah usahatani mereka semakin tergantung pada teknologi pertanian modern yang tidak ramah lingkungan (Soetrisno, 1998).
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa (tanaman yang dihasilkan kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Diperta, 2012).
Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi perkembangan kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu : (1) tingkat produktivitas lahan menurun, (2) tingkat kesuburan lahan merosot, (3) konversi lahan pertanian semakin meningkat, (4) luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas, (5) tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung lingkungan merosot, (7) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (8) daya tukar petani berkurang, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, (10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat (Diperta, 2012).
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, belakangan muncul trend pertanian organik yaitu kegiatan budidaya tanaman yang akrab lingkungan dengan berusaha meminimalisir dampak negatif bagi alam sekitar. Pertanian organik dicirikan dengan tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sehingga hasil panennya bebas residu kimia berbahaya. Pertanian organik merupakan pertanian masa depan sebagai usaha manusia menjaga kesehatan tubuh dan kelestarian alam dan lingkungan (Yusuf, 2001).
Rumusan Masalah
- Bagaimana Visi Pembangunan Pertanian ke depan
- Bagaimana masalah dan tantangan pertanian berkelanjutan
- Apakah keunggulan dan kelemahan pertanian organik
Tujuan
- Untuk mengetahui Visi Pembangunan Pertanian ke depan?
- Untuk mengetahui masalah dan tantangan pertanian berkelanjutan
- Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pertanian organik
Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian adalah suatu
proses yang menghasilkan terjadinya perubahan sosial (nilai/norma sosial,
interaksi sosial, perilaku, lembaga sosial dan sebagainya) untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi (produksi, pendpatan dan kesejahteraan). Tujuan dari
pembagunan pertanian, sebagaimana yang diamanatkan dalam garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku
industri, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan taraf hidp dan
kesejahteraan masyarakat, mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi serta
pembangunan wilayah dan pedesaan (Anonim, 2003). Untuk mencapai tujuan tersebut
maka terdapat syarat-syarat yang harus ada atau dipenuhi, syarat pokok yang
harus dipenuhi antara lain; pasar produksi hasil-hasil pertanian, teknologi
pertanian yang selalu berkembang, ketersediaan sarana produksi pertanian,
insentif dan transportasi. Selain Syarat-syarat pokok maka dalam pembangunan pertanian
juga dibutuhkan syarat-syarat pendukung meliputi : pendidikan pembangunan,
kerja sama, reboisasi dan ekstensifikasi serta perencanaan pembanguan
pertanian. Menurut Tjiptoheriyanto (2004) pelaksanaan pembangunan pertanian
dapat diwujudkan melalui prinsip pembangunan partisipasif.
Berdasarkan pertimbangan pelaksanaan
pembangunan pertanian di Indonesia pada saat ini, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam mengembangkan pertanian alternatif:
- Keragaman daur-ulang limbah organik dan pemanfaatannya untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
- Memadukan sumber daya organik dan anorganik pada sistem pertanian di lahan basah dan lahan kering.
- Mengemangkan sistem pertanian berwawasan konservasi di lahan basah dan lahan kering.
- Memanfaatkan bermacam-macam jenis limbah sebagai sumber nutrisi tanaman.
- Reklamasi dan rehabilitasi lahan dengan menerapkan konsep pertanian organik.
- Perubahan dari tanaman semusim menjadi tanaman keras di lahan kering harus dipadukan dengan pengembangan ternak, pengolahan minimum dan pengolahan residu pertanaman.
- Mempromosikan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh pertanian untuk memperbaiki citra dan tujuan pertanian organik.
- Memanfaatkan kotoran ternak yang berasal dari unggas, babi, ayam, itik, kambing, dan kelinci sebagai sumber pakan ikan.
Pertanian Berwawasan Lingkungan
Pertanian berwawasan lingkungan bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani dengan mengurangi ketergantungan
pada pupuk dan obat-obatan an-organik. Selain itu program juga
mengarahkan kelompok dampingan untuk melakukan diversifikasi usaha berdasar
potensi lokal yang ada di daerah pedesaan misalnya pengembangan sektor
peternakan, perikanan, penyediaan pupuk dan pestisida organik secara mandiri,
dan pengolahan hasil pertanian.
Tingkat pencemaran dan kerusakan
lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia
(pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari penggunaan
agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian,
gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan
petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang
akan ditanam.
Penggunaan pestisida yang berlebih
dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh
alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini
menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang
berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang
panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi
ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan
bahan organik tanah. Bahan organik tanah disamping memberikan unsur hara
tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan
semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka
panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun.
Pengelolaan pertanian yang berwawasan
lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal,
lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas
dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis,
masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang
tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
Masalah Dan Tantangan Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan
Paling sedikit ada tujuh tantangan (challenges)
yang akan dihadapi dalam pembangunan pertanian mendatang.
- 1. Membangun pemerintahan yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional
Cara penyelengaraan pemerintahan yang
baik (good governance) sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian, yaitu : bersih (clean), berkemampuan (competent),
memberikan hasil positif (credible) dan secara publik dapat
dipertanggungjawabkan (accountable). Pembangunan pertanian akan berhasil
jika diawali dengan cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dimana
pemerintah merupakan agen pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian
sasaran pembangunan.
Tantangan yang dihadapi adalah
bagaimana membangunan pemerintahan yang bersih, berkemampuan, berhasil dan
dapat di pertanggung jawabkan. Disamping itu, politik pertanian kita masih
lemah. Walaupun semua komponen bangsa menyadari akan pentingnnya sektor
pertanian dalam memperkuat struktur perekonomian nasional, perhatian pemerintah
dan elit politik belum sebesar peran sektor pertanian itu sendiri.
- Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil
Kecukupan pangan merupakan masalah
hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas
tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka
mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi pergangan
dunia yang tidak adil.
Sebagai anggota WTO, indonesia
merupakan salah satu negara yang paling patuh menjalankan komitmen untuk
mewujudkan perdagangan bebas. Indonesia sejak krisis ekonomi tahun 1998 telah
mengurangi seluruh tarif bea masuk komoditi pertanian dan menghapus semua
subsidi kepada petani, kecuali kebijakan harga dasar pembelian pemerintah untuk
gabah/beras.
Namun banyak negara, khususnya negara
maju, ternyata belum/tidak melaksanakan komitmen tersebut dengan baik, sehingga
petani indonesia dihadapkan pada persaingan tidak adil dengan petani dari
negara-negara lain yang dengan mudah mendapat perlindungan tarif dan non tarif
serta subsidi langsung dan tidak langsung dari pemerintahnya. Serbuan impor
beberapa komoditas pangan utama meningkat, seperti beras, gula, kedelai, jagung
dan daging sapi.
Akibatnya komoditas pangan indonesia
kalah bersaing dengan komoditas pangan negara lain. Kalau ini dibiarkan terus,
maka keberlanjutan pertanian pangan akan tidak terjamin yang berarti jutaan
petani pangan akan kehilangan mata pencaharian. Indonesia juga menghadapi
permasalahan dalam negeri yang berkaitan dengan produksi pangan
- Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani, dan pemerataan hasil pembangunan
Krisis multi dimensi yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1998
melonjak menjadi sekitar 32 juta orang (26%) di pedesaan dan sekitar 18 juta
orang (22%) di perkotaan. Namun pada tahun 2002, jumlah tersebut telah menurun
drastis menjadi sekitar 25 juta orang (21,1%) di pedesaan dan sekitar 13 juta
orang (14,5%) di perkotaan. Dengan mengacu pada target tujuan pembangunan era
milenium, maka pada tahun 2015 proporsi penduduk miskin akan menjadi 8,54 juta
orang (7,15%) di pedesaan dan 4,52 juta orang (8,40%) di perkotaan. Oleh karena
itu, selama periode 2002 – 2015, indonesia harus mampu mengurangi jumlah
penduduk miskin sebesar 16,46 juta orang (13,94%) di pedesaan dan 8,48 juta
orang (6,10%) di perkotaan. Apabila hal ini dikaitkan dengan fakta bahwa
sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah pedesaan bergantung pada
sektor pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan sangat
terkait dengan sektor pertanian.
Dalam kaitan itu, sektor pertanian
berperan sangat strategis dalam pengentasan penduduk miskin di wilayah pedesaan
karena sebagian besar penduduk miskin di wilayah pedesaan bergantung pada
sektor tersebut. Dengan kata lain, sektor pertanian merupakan sektor yang
sangat strategis untuk dijadikan sebagai instrumen dalam pengentasan penduduk
miskin. Kemajuan sektor pertanian akan memberikan kontribusi besar dalam
penurunan jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan. Demikian pula, basis bagi
partisipasi petani untuk melakukan perencanaan dan pengawasan pembangunan
pertanian harus dibangun sehingga petani mampu mengaktualisasikan kegiatan
usahataninya secara optimal untuk menunjang pertumbuhan pendapatannya.
Hasil-hasil pembangunan harus terdistribusi makin merata antar sektor, antar
subsektor dalam sektor pertanian dan antar lapisan masyarakat agar tidak ada
lagi lapisan masyarakat yang tertinggal dan pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan meningkat.
- Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian sangat
dibutuhkan untuk mengakselerasi perekonomian pedesaan. Sektor pertanian
indonesia, hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga
nilai tambah yang diperoleh masih rendah dan kurang kompetitif di pasar dalam
negeri maupun luar negeri. Ke depan, pemerintah harus dapat mendorong
perkembangan produk pertanian olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai
tambah juga meningkatkan dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar negeri.
Negara berkembang Penghasil produk
pertanian, saat ini banyak yang melakukan pengembangan Produk pertanian untuk
mensiasati perdagangan dunia yang tidak adil. Apabila hal Dapat dilakukan maka
sektor pertanian akan tumbuh lebih cepat dan tinggi lagi Dibandingkan dengan
yang telah dicapai selama ini. Pertumbuhan sektor Pertanian yang makin cepat
akan memacu pertumbuhan sektor-sektor lain secara Lebih cepat melalui kaitan ke
belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan Konsumsi. Dengan demikian,
sektor pertanian akan lebih dikenal sebagai Pengganda tenaga kerja, dan bukan
sekedar pencipta kesempatan kerja.
- Membangunan sistem agribisnis terkoordinatif
Struktur agribisnis kita saat ini dapat
digolongkan sebagai tipe dispersal. Struktur agribisnis dispersal
dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional diantara setiap
tingkatan usaha. Jaringan agribisnis praktis hanya diikat dan dikoordinir oleh
mekanisme pasar (harga). Hubungan diantara sesama pelaku agribisnis praktis
bersifat tidak langsung dan impersonal. Dengan demikian setiap pelaku
agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak menyadari bahwa
mereka saling membutuhkan. Bahkan hubungan di antara pelaku agribisnis
cenderung berkembang menjadi bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus
ke kematian bersama. Lebih ironisnya lagi, pola agribisnis dispersal tersebut
diperburuk pula oleh
Berkembangnya asosiasi pengusaha
horizontal (usaha sejenis) yang bersifat asimetri dan cenderung berfungsi
sebagai kartel. Sifat asimetri terlihat dari tiadanya asosiasi para pelaku
agribisnis yang efektif di tingkat hulu (petani), seangkan asosiasi pelaku
agribisnis di tingkat hilir (industri pengolahan, pedagang/eksportir) sangatlah
kuat. Hal inilah yang membuat organisasi usaha dalam sektor agribisnis
cenderung berperan sebagai sebuah kartel yang memiliki kekuatan monopsonistis
maupun kekuatan monopolistik.
Kekuatan monopsonistis akan menekan
harga yang diterima oleh petani, sedangkan kekuatan monopolistis akan
meningkatkan harga yang dibayar konsumen. Dengan demikian, asosiasi pengusaha
agribisnis horizontal di tingkat hilir yang mengarah pada kartel cenderung
merugikan petani produsen maupun konsumen, tidak efisien, serta menurunkan
produksi agregat (anti pertumbuhan). Tiadanya ikatan institusional, asosiasi
pengusaha yang bersifat asimetri, kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub
hulu, yaitu petani, bersifat serba gurem; sedangkan kutub hilir, yaitu
agroindustri dan eksportir, bersifat serba kuat) ditambah pula sifat intrinsik
permintaan dan penawaran komoditi pertanian yang sangat tidak elastis membuat
rantai vertikal agribisnis bersifat dualistik (bell and tai, 1969). Struktur
agribisnis yang bersifat dualistik inilah yang menyebabkan munculnya masalah
transmisi (pass through problems) dalam agribisnis (simatupang, 1995).
Dari segi transfer teknologi
(modernisasi), struktur agribisnis dispersal juga tidak baik. Sesuai dengan
relungnya (niche) pada rantai agribisnis, yang paling mengetahui dan
akses terhadap perkembangan teknologi modern adalah kelompok agribisnis yang
berada pada kutub hilir (eksportir/agroindustri). Kutub hulu (petani) berada di
pedesaan sehingga kurang akses terhadap informasi maupun pasokan teknologi
modern. Oleh karena itu, apabila struktur agribisnis vertikal tidak
terkoordinir dengan baik maka modernisasi teknologi pertanian pun akan semakin
lambat. Di samping itu, akan muncul pula dualisme kemajuan teknologi pada
sektor agribisnis yang ditunjukkan oleh perbedaan tingkat kemajuan teknologi
yang sangat kontras pada kedua kutub alur agribisnis vertikal:
Kutub hulu (petani) tetap menggunakan
teknologi tradisional, sedangkan kutub hilir (agroindustri) telah menggunakan
teknologi mutakhir. Secara singkat dapatlah disimpulkan bahwa struktur
agribisnis dispersal tidak sesuai dengan kebutuhan modernisasi teknologi
agribisnis, apalagi pada era bioteknologi mendatang, yang sangat diperlukan
untuk meningkatkan daya saing.
- Melestarikan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup
Permasalahan lingkungan hidup yang
dihadapi banyak berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan di wilayah hulu
yang berakibat langsung pada kualitas lingkungan di wilayah hilir. Meningkatnya
permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas
baku lahan pertanian juga meningkatnya intensisitas usahatani di daerah aliran
sungai (das) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan sawah,
yang telah berlangsung sejak paruh kedua dekade 1980-an, saat ini cenderung
makin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non pertanian, khususnya di
pulau jawa.
Pada beberapa tahun terakhir, luas baku
lahan sawah di luar jawa juga telah mengalami penurunan. Dengan bertambahnya
jumlah penduduk, kebutuhan pangan juga meningkat.untuk memenuhi kebutuhan
pangan telah dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian pangan.
Salah satu dampak dari ekstensifikasi antara lain adalah penggundulan hutan.
Luas hutan indonesia menurun dari 65% dari total daratan pada tahun 1985
menjadi hanya 47% pada tahun 2000. Di pulau jawa, konversi lahan sawah irigasi
menjadi pemukiman dan tapak industri terus berlangsung dengan akselerasi yang
meningkat. Dampak dari penggundulan hutan dan konversi lahan tersebut antara
lain adalah berubahnya iklim secara global serta meningkatnya erosi, banjir dan
kekeringan. Penurunan luas baku sawah di daerah hilir pada kondisi jumlah
petani tetap bahkan bertambah telah mendorong peningkatan intensitas usahatani
di daerah hulu yang berakibat pada penurunan kualitas das. Penurunan kualitas
das menyebabkan efisiensi saluran irigasi menurun dan penurunan efsiensi ini
makin cepat karena kurangnya pemeliharaan dan rehabilitasi sebagai akibat
terbatasnya dana pemerintah.
- Membangun sistem iptek yang efisien
Permasalahan utama yang dihadapi
indonesia berkaitan dengan pemanfaatan iptek pertanian adalah belum
terbangunnya secara efisien sistem iptek pertanian mulai dari hulu (penelitian
tinggi dan strategis) sampai hilir (pengkajian teknologi spesifik lokasi dan
diseminasi penelitian kepada petani).
Efisiensi sistem iptek di sektor
pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi program litbang pertanian
mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program litbang pertanian dengan
lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi sistem iptek pertanian ini
perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan
peneliti yang berkemampuan (competent) d
Pertanian organik pertama kali
dilakukan oleh Jerome Irving Rodle (1898-1971) dari Emmaus, lehigh Country, ia
sebagai pioner dibidang pertanian berkelanjutan dan pertanian organik di
amerika serikat yang sangat serius dalam mempromosikan kesehatan dan gaya hidup
yang bersandar pada pangan organik. JJ Rodale adalah orang pertama yang
mempopulerkan terminologi pertanian organik.
Di Jepang konsep pertanian ramah
lingkungan pertama kali di kemukakan oleh mokichi okada pada tahun 1930-an yag
kemudian dikenal dengan sebutan Kyusei Nature Farming (knf).
an produktif (credible). Juga
perlu dibangun kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien.
Pertanian Organik Sebagai Solusi
Alternatif
Pertanian organik bukanlah suatu
pertanian yang hanya menghasilkan produk yang sehat saja, melainkan sistem
pertanian ini harus juga mampu mempertahankan sumber daya tanah, air dan udara
agar dapat mendukung sistem pertanian dalam waktu yang tidak terbatas, karena
itu sistem pertanin ini juga tidak bisa lepas dari aspek konservasi sehingga
tujuan akhir berupa pertanian yang berkelanjutan akan terwujud (Yusuf, 2001).
Menurut Nusril (2001) dan Nugrahadi
(2002), keunggulan dan keuntungan dari penerapan pertanian organik, anatara
lain :
- Lebih mendukung Usahatani yang Berkelanjutan
Sistem pertanian di Indonesia tidak
mungkin kembali kesistem alami pada keadaan penduduk berlimpah dan lahan
sempit. Oleh karena itu diperlukan sisitem pertanian alternatif yang bersifat
berkelanjutan dan akrab lingkungan. Salah satu alternatif tersebut adalah
sisitem pertanian organik yang mengacu pada sisitem lam tetapi memerlukan
bantuan bioteknologi. Prinsip sisitem ini adalah dengn meminimlisasikan masukan
senyawa-senywa anorganik (pupuk, pestisida, herbisida).
- Penggunaan Input Luar yang Rendah
Peranian organik merupakan sisitem
pertanian yang menghindarkan diri dari input yang begitu tinggi dan harus dapat
berfungsi secara berkelanjutan (Munawar, 2003). Sisitem peranian organik
mendorong proses biologis dalam penyediaan unsur hara tersedia dan ktahan
terhadap serangan orgnisme pengganggu tanaman (OPT) dan pengelolaan secara
langsung diarahkan kepada pencegahan masalah, dengn menstimulasikan
proses-proses yag mendukung dalam penyediaan hara dan pengendalian hama
penyakit.
- Perubahan Pola Konsumsi Manusia
Kesadaran manusia akan kesehatan
makanan semakin tingi, beberapa negara seperti Singapura dan negara-negara
Eropa serta Amerika, telah menentukan standar kesehatan produk-produk pertanian
dengan tujuan melindungi konsumen dari produ-produk pertanian yang mengandung
residu obat-obatan kimiawi yang digunakan oleh petani, pertanian organik
nampaknya akan menjadi alternatif.
Perkembangan pasar organik di ndnesia
sangat pesat, tercatat hingga akhir 2004, volume penjualan produk utama berupa
beras, sayuran, buah kering, rempah-rempah, herbal dan kopi (Nurhayati. 2005).
- Menghasilkan Produk Makanan yang Sehat
Peranian organik saat ini merupakan salah
satu alternatif makann yang sehat sebab dianggap tidak banyak mengandung
hormon, obat-obaan, pestisida, dan pupuk sintesis. Dengan menggunakan pupuk dan
pestisida organik, hal ini akan berdampak terhadap produk yang dihasilkan sehat
dan relatif aman bagi manusia karena residunya mudah hilang (Kardiman, 2000).
- Adanya Dukungan Dari Lembaga Pemerintah Dan Swasta
Lembaga pemerintah yang berperan dalam
pengembangan pertanian organik adalah departemen pertanian. Salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah membentuk badan yang bertanggung jawab terhadap
sertifikasi yang dilakukan oleh MAPORINA (masyarakat pertanian organik
indonesia), serta badan lain yang ditunjuk oleh pemerintah, dengan tujuan agar
produk pertanian organik mendapat kepercayaan dari masyarakat (Syekhfani,2004).
Kegiatan ini juga ditunjang dengan program pemerintah : Go Organik 2010” oleh
Departemen Pertanian. Selain lembaga pemerintah, pihak-pihak swasta juga ikut
mendukung kegiatan ini, salah satu lembaga swasta tersebut, misalnya LPS yang
merupakan salah satu lembaga yang melakukan kegiatan pengembngan pertanian
organik.
- Ramah lingkungan
Sistem pertanian organik dilandaskan
pada interaksi dinamis antara tanah, tanaman, binatang, manusia, ekosistem dan
lingkungan. Sistem tersebut diarahkan kepada peningkatan siklus hidup alamiah
ketimbang pemerasan atau penekanan terhadap alam. Sistem ini sangat
mengandalkan sumber-sumber daya yang tersedia di wilayah setempat. Sistem
pertanian ini dapat memberikan kontribusi terhadap masa depan dampak lingungan
bagi kepentingan manusia (Dharmawan, dkk, 2002).
Pengembangan pertanian organik memilki
dampak positif bagi petani dan juga pemerintah, namun dalam pengembangan
pertanian organik tersebut memilki kendala-kendala yang dihadapi oleh
pemerintah, swasta, bahkan petani itu sendiri, padahal pertanian organik
merupakan solusi alternatif dalam pembangunan pertanian.
Menurut Yusuf (2001) beberapa kendala
atau permasalahan dalam pengembangan pertanian organik antara lain :
- Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Tingkat pendidikan petani masih sangat
rendah hal ini dapat dilihat dengan persentase masyarakat yang mengejam
pendidikan sebagai berikut : usaha tanaman pangan dilakukan oleh 81,72 % petani
dimana SDM-nya 88,14 % tidak lulus SMA, 14 % petani tidak pernah sekolah dan 73
% hanya lulusan atau bahkan tidak tamat SD (Purwoko, 2004). Tingkat pendidikan
masyarakat petani yang rendah akan berpengaruh terhadap pola pikir masyaratkat
petani.
- Lahan Pertanian yang Dimiliki Relatif Sempit
Hasil sensus pertanian 1993 menunjukkan
kondisi yang memprihatinkan karena lebih dari 10,5 juta (53 %) rumah tangga
petani menguasai kurang dari 0,25 Ha. Sedangkan hasil penelitian PATANAS 2000
tentang penguasaan lahan lebih memprihatinkan lagi, terutama lahan sawah.
Dipulau Jawa, sekitar 88% rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari
0,5 Ha dan sekitar 76 % mengauasai lahan sawah kurang dari 0,25 Ha. Sementara
itu, di luar pulau Jawa kondisinya masih lebih baik dibandingkan di Jawa
(Purwoko, 2004).
- Kebiasaan Petani Dalam Menggunakan Pestisida Dan Pupuk Kimia
Petani pada umumnya melakukan kegiatan
pertanian secara konvensional yang dikelola secara tradisional. Petani tersebut
sangat tergantung pada pupuk dan pestisda kimia dan melakukan kegiatan produksi
pertaniannya (Sudiarso, 2004). Keadaan seperti ini sangat sulit dirubah
dan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup banyak. Serta melibatkan banyak
pihak, baik swasta maupun pemerintah dan tentu saja masyarakat itu sendiri.
- Belum Ada Jaminan Pasar Atau Harga Khusus Untuk Produk Organik
Produk organik masih terasa berat untuk
di konsumsi oleh konsumen. Konsumen tidak mengetahui berapa harga produk
tersebut dan dimana konsumen bisa mendapatkan produk tersebut. Disamping juga
adanya suatu pemikiran konsumen apakah berbahaya bila mengkonsumsi produk
organik tersebut (Sudiarso, 2004)
Kesimpulan
Dimasa yang akan datang visi
pembangunan pertanian indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sehat dan
produktif melalui pembangunan pertanian yang selaras dengan alam. Masalah
dan tantangan yang dihadapi dalam pertanian berkelanjutan adalah membangun
pemerintahan yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan
perekonomian nasional, mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan
dunia yang bebas dan tidak adil, mengurangi jumlah petani miskin, membangun
basis bagi partisipasi petani, dan pemerataan hasil pembangunan, meningkatkan
pertumbuhan sektor pertanian, membangunan sistem agribisnis terkoordinatif,
melestarikan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup, membangun sistem
iptek yang efisien
Sebagai sulusi alternatif dalam
pembangunan pertanian Indonesia terdapat keunggulan dan kelemahan dari sisitem
pertanin organik yaitu lebih mendukung usahatani yang berkelanjutan, penggunaan
input luar yang rendah, perubahan pola konsumsi manusia, menghasilkan produk
makanan yang sehat, adanya dukungan dri lembaga pemerintah dan swasta, ramah
lingkungan. Sedangkan kendala atau permasalahan dalam pengembangan pertanian
organik adalah: rendahnya kualitas sumber daya manusia, lahan pertanian
yang dimiliki relatif sempit, kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida dan
pupuk kikmia, belum ada jaminan pasar atau harga khusus untuk produk organik.
Saran
Pertanian organik hendaknya
dikembangkan dengan mengupayakan orientasi ekonomi dengan tidak terlepas dari
hubungan yang selaras dengan alam agar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat petani khususnya dan masyarakat indonesia umumnya
DAFTAR PUSTAKA
Asriani, Putri Suci. 2003. Konsep Agribisnis dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. ”Prospek Pertanian Organik di Indonesia “, Juli 2002. Diakses pada 7 September 2012.
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/110
International Federation of Organic Agriculture Movements. ”PRINSIP-PRINSIP PERTANIAN ORGANIK “. Diakses pada 23 Mei 2010.
Kardiman, Agus. 2000. Pestisida Nabati (Ramuan dan Aplikasi). Penebar Swadaya. Jakarta.
Munawar, M. 2003. Potensi, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Pertanian Organik. Unsoed, Purwokerto.
Nugrahadi, EW. 2002. Pertanian Orgaik Sebagai Alternatif Teknologi Dalam Upaya Menghasilkan Produk Hijau. IPB. Bogor.
Nurhayati, Sri. 2005. Dukungan Pemerintah Terhadap Pertanian Organik Masih Minim, Jakarta.
Nusril, 2001. Perspektif Pemasaran Dari Pembangaunan Pertanian Organik Di Propinsi Bengkulu. Makalah disampaikan pada pembekalan Program Semi Que III fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Juli 2001. Bengkulu.
Pezzy, j. 1992. Sustainable development concepts : an economics analysis. Environment paper no. 2. The world bank, washington, d.c.
Purwoko, Agus. 2004. Hand Out; Pengantar Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Seta, AK. 2001. Menuju Pertanian Organik. Makalah disampaikan pada Pembekalan Program Semi Que III Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Juli 2001. Bengkulu
Soetrisno, Loekman. 1998. Pertanian Pada Abad Ke-21. Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi dan Kebudayaan. Jakarta
Sudiarso, 2004. Pupuk Dan Pemupukan (prospek pengolahan limbah Organik sebagai pupuk). Makalah disampaikan pada pelatihan Dosen-dosen PTN-PTS se Indonesia, di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, 22-31 Mei 2004. Malang.
Syekhfani.2004. Prospek Dan Permasalahan Sistem Pertanian Organik (SPO). Makalah disampaikan pada Pelatihan Dosen-dosen dosen PTN-PTS se Indonesia, di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, 22-31 Mei 2004. Malang.
Tjiptoheriyanto, Prijono, 2004, Pemberdayaan Petani Dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Dosen-dosen PTN-PTS se Indonesia, di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, 22-31 Mei 2004. Malang.
Yusuf, Fredi S. 2001. Membentuk Masyarakat Pertanian Organik Di Propinnsi Bengkulu. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Wced. 1987. Our common future : the bruntland report. Oxford university Press for the world commission on environment and development, new York.
Wibowo, Rudi. 2000. Perspektif Manajemen Pembangunan Pertanian Indonesia. Edisi No. I/IV/ Januari-Juni/20002000.Jurnal Agribisnis. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar