1 2 3 4 5 2 3 4 5 6 7 8 JURNAL: Pertanian Organik sbg Solusi Alternatif Dalam Pembangunan Pertanian yg Berwawasan Lingkungan | AriWibowoSaputra Blog

Rabu, 15 Mei 2013

JURNAL: Pertanian Organik sbg Solusi Alternatif Dalam Pembangunan Pertanian yg Berwawasan Lingkungan



ABSTRAK
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati. Untuk itu solusi alternatif adalah  pertanian ramah lingkungan dengan menerapkan pertanian organik dalam pembangunan pertanian.  Makalah ini bertujuan untuk membahas mengenai visi pembangunan pertanian ke depan dan masalah dan tantangannya. Di dalam makalah ini juga akan dibahas keunggulan dan kelemahan pertanian organik. Diharapkan dengan adanya penjelasan ini maka akan timbul kesadaran pada diri kita semua bahwa pertanian organik merupakan pertanian masa depan sebagai usaha manusia menjaga kesehatan tubuh dan kelestarian alam dan lingkungan akan didapat sumber air yang aman untuk kita konsumsi. Data yang dikumpulkan dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari beberapa literatur ilmiah. Konsep pertanian berkelanjutan sebagai respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus pada tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas produksi maupun kualitas lingkungan hidup. Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam pertanian berkelanjutan adalah membangun pemerintahan yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional, mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil, mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani, dan pemerataan hasil pembangunan, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, membangunan sistem agribisnis terkoordinatif, melestarikan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup, membangun sistem iptek yang efisien.
Pendahuluan
Pembangunan pertanian bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia :
Pangan, sandang, papan dan lingkungan sehat melalui pengelolaan produktif sumber daya alam, sumberdaya kultural, sumber daya kapital dan teknologi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pembagunan pertanian akan mengalami perubahan dan penyesuaian yang cukup besar dan mendasar. Dibalik keberhasilan dengan kenaikan PDB perkapita dan pembangunan fisik, sisi negatifnya tampak dominan jika dilihat masih rendahnya tingkat pendapatan riil petani, lambatnya pertumbuhan aktivitas ekonomi berbasis pertanian pedesaan dan kesenjangan produktivitas tenaga kerja earning capacity sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lain (Seta, AK, 2001).
Salah satu masalah yang dihadapi oleh para petani di negara yang sedang berkembang adalah usahatani mereka semakin tergantung pada teknologi pertanian modern yang tidak ramah lingkungan (Soetrisno, 1998).
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa (tanaman yang dihasilkan kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Diperta, 2012).
Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi perkembangan kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu : (1) tingkat produktivitas lahan menurun, (2) tingkat kesuburan lahan merosot, (3) konversi lahan pertanian semakin meningkat, (4) luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas, (5) tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung lingkungan merosot, (7) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (8) daya tukar petani berkurang, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, (10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat (Diperta, 2012).
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, belakangan muncul trend pertanian organik yaitu kegiatan budidaya tanaman yang akrab lingkungan dengan berusaha meminimalisir dampak negatif bagi alam sekitar. Pertanian organik dicirikan dengan tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sehingga hasil panennya bebas residu kimia berbahaya. Pertanian organik merupakan pertanian masa depan sebagai usaha manusia menjaga kesehatan tubuh dan kelestarian alam dan lingkungan (Yusuf, 2001).
Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Visi Pembangunan Pertanian ke depan
  2. Bagaimana masalah dan tantangan pertanian berkelanjutan
  3. Apakah keunggulan dan kelemahan pertanian organik
Tujuan
  1. Untuk mengetahui Visi Pembangunan Pertanian ke depan?
  2. Untuk mengetahui masalah dan tantangan pertanian berkelanjutan
  3. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pertanian organik
Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian adalah suatu proses yang menghasilkan terjadinya perubahan sosial (nilai/norma sosial, interaksi sosial, perilaku, lembaga sosial dan sebagainya) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi (produksi, pendpatan dan kesejahteraan). Tujuan dari pembagunan pertanian, sebagaimana yang diamanatkan dalam garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku industri, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan taraf hidp dan kesejahteraan masyarakat, mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi serta pembangunan wilayah dan pedesaan (Anonim, 2003). Untuk mencapai tujuan tersebut maka terdapat syarat-syarat yang harus ada atau dipenuhi, syarat pokok yang harus dipenuhi antara lain; pasar produksi hasil-hasil pertanian, teknologi pertanian yang selalu berkembang, ketersediaan sarana produksi pertanian, insentif dan transportasi. Selain Syarat-syarat pokok maka dalam pembangunan pertanian juga dibutuhkan syarat-syarat pendukung meliputi : pendidikan pembangunan, kerja sama, reboisasi dan ekstensifikasi serta perencanaan pembanguan pertanian. Menurut Tjiptoheriyanto (2004) pelaksanaan pembangunan pertanian dapat diwujudkan melalui prinsip pembangunan partisipasif.
Berdasarkan pertimbangan pelaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia pada saat ini, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pertanian alternatif:
  1. Keragaman daur-ulang limbah organik dan pemanfaatannya untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
  2. Memadukan sumber daya organik dan anorganik pada sistem pertanian di lahan basah dan lahan kering.
  3. Mengemangkan sistem pertanian berwawasan konservasi di lahan basah dan lahan kering.
  4. Memanfaatkan bermacam-macam jenis limbah sebagai sumber nutrisi tanaman.
  5. Reklamasi dan rehabilitasi lahan dengan menerapkan konsep pertanian organik.
  6. Perubahan dari tanaman semusim menjadi tanaman keras di lahan kering harus dipadukan dengan pengembangan ternak, pengolahan minimum dan pengolahan residu pertanaman.
  7. Mempromosikan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh pertanian untuk memperbaiki citra dan tujuan pertanian organik.
  8. Memanfaatkan kotoran ternak yang berasal dari unggas, babi, ayam, itik, kambing, dan kelinci sebagai sumber pakan ikan.
Pertanian Berwawasan Lingkungan
Pertanian berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani dengan mengurangi ketergantungan pada pupuk dan obat-obatan an-organik. Selain itu program juga mengarahkan kelompok dampingan untuk melakukan diversifikasi usaha berdasar potensi lokal yang ada di daerah pedesaan misalnya pengembangan sektor peternakan, perikanan, penyediaan pupuk dan pestisida organik secara mandiri, dan pengolahan hasil pertanian.
Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam.
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah disamping memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun.
Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
Masalah Dan Tantangan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Paling sedikit ada tujuh tantangan (challenges) yang akan dihadapi dalam pembangunan pertanian mendatang.
  1. 1.    Membangun pemerintahan yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional
Cara penyelengaraan pemerintahan yang baik (good governance) sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, yaitu : bersih (clean), berkemampuan (competent), memberikan hasil positif (credible) dan secara publik dapat dipertanggungjawabkan (accountable). Pembangunan pertanian akan berhasil jika diawali dengan cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dimana pemerintah merupakan agen pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membangunan pemerintahan yang bersih, berkemampuan, berhasil dan dapat di pertanggung jawabkan. Disamping itu, politik pertanian kita masih lemah. Walaupun semua komponen bangsa menyadari akan pentingnnya sektor pertanian dalam memperkuat struktur perekonomian nasional, perhatian pemerintah dan elit politik belum sebesar peran sektor pertanian itu sendiri.
  1. Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil
Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi pergangan dunia yang tidak adil.
Sebagai anggota WTO, indonesia merupakan salah satu negara yang paling patuh menjalankan komitmen untuk mewujudkan perdagangan bebas. Indonesia sejak krisis ekonomi tahun 1998 telah mengurangi seluruh tarif bea masuk komoditi pertanian dan menghapus semua subsidi kepada petani, kecuali kebijakan harga dasar pembelian pemerintah untuk gabah/beras.
Namun banyak negara, khususnya negara maju, ternyata belum/tidak melaksanakan komitmen tersebut dengan baik, sehingga petani indonesia dihadapkan pada persaingan tidak adil dengan petani dari negara-negara lain yang dengan mudah mendapat perlindungan tarif dan non tarif serta subsidi langsung dan tidak langsung dari pemerintahnya. Serbuan impor beberapa komoditas pangan utama meningkat, seperti beras, gula, kedelai, jagung dan daging sapi.
Akibatnya komoditas pangan indonesia kalah bersaing dengan komoditas pangan negara lain. Kalau ini dibiarkan terus, maka keberlanjutan pertanian pangan akan tidak terjamin yang berarti jutaan petani pangan akan kehilangan mata pencaharian. Indonesia juga menghadapi permasalahan dalam negeri yang berkaitan dengan produksi pangan
  1. Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani, dan pemerataan hasil pembangunan
Krisis multi dimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 melonjak menjadi sekitar 32 juta orang (26%) di pedesaan dan sekitar 18 juta orang (22%) di perkotaan. Namun pada tahun 2002, jumlah tersebut telah menurun drastis menjadi sekitar 25 juta orang (21,1%) di pedesaan dan sekitar 13 juta orang (14,5%) di perkotaan. Dengan mengacu pada target tujuan pembangunan era milenium, maka pada tahun 2015 proporsi penduduk miskin akan menjadi 8,54 juta orang (7,15%) di pedesaan dan 4,52 juta orang (8,40%) di perkotaan. Oleh karena itu, selama periode 2002 – 2015, indonesia harus mampu mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 16,46 juta orang (13,94%) di pedesaan dan 8,48 juta orang (6,10%) di perkotaan. Apabila hal ini dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah pedesaan bergantung pada sektor pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan sangat terkait dengan sektor pertanian.
Dalam kaitan itu, sektor pertanian berperan sangat strategis dalam pengentasan penduduk miskin di wilayah pedesaan karena sebagian besar penduduk miskin di wilayah pedesaan bergantung pada sektor tersebut. Dengan kata lain, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai instrumen dalam pengentasan penduduk miskin. Kemajuan sektor pertanian akan memberikan kontribusi besar dalam penurunan jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan. Demikian pula, basis bagi partisipasi petani untuk melakukan perencanaan dan pengawasan pembangunan pertanian harus dibangun sehingga petani mampu mengaktualisasikan kegiatan usahataninya secara optimal untuk menunjang pertumbuhan pendapatannya. Hasil-hasil pembangunan harus terdistribusi makin merata antar sektor, antar subsektor dalam sektor pertanian dan antar lapisan masyarakat agar tidak ada lagi lapisan masyarakat yang tertinggal dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan meningkat.
  1. Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi perekonomian pedesaan. Sektor pertanian indonesia, hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh masih rendah dan kurang kompetitif di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Ke depan, pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai tambah juga meningkatkan dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar negeri.
Negara berkembang Penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang melakukan pengembangan Produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia yang tidak adil. Apabila hal Dapat dilakukan maka sektor pertanian akan tumbuh lebih cepat dan tinggi lagi Dibandingkan dengan yang telah dicapai selama ini. Pertumbuhan sektor Pertanian yang makin cepat akan memacu pertumbuhan sektor-sektor lain secara Lebih cepat melalui kaitan ke belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan Konsumsi. Dengan demikian, sektor pertanian akan lebih dikenal sebagai Pengganda tenaga kerja, dan bukan sekedar pencipta kesempatan kerja.
  1. Membangunan sistem agribisnis terkoordinatif
Struktur agribisnis kita saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal. Struktur agribisnis dispersal dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional diantara setiap tingkatan usaha. Jaringan agribisnis praktis hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisme pasar (harga). Hubungan diantara sesama pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal. Dengan demikian setiap pelaku agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan hubungan di antara pelaku agribisnis cenderung berkembang menjadi bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus ke kematian bersama. Lebih ironisnya lagi, pola agribisnis dispersal tersebut diperburuk pula oleh
Berkembangnya asosiasi pengusaha horizontal (usaha sejenis) yang bersifat asimetri dan cenderung berfungsi sebagai kartel. Sifat asimetri terlihat dari tiadanya asosiasi para pelaku agribisnis yang efektif di tingkat hulu (petani), seangkan asosiasi pelaku agribisnis di tingkat hilir (industri pengolahan, pedagang/eksportir) sangatlah kuat. Hal inilah yang membuat organisasi usaha dalam sektor agribisnis cenderung berperan sebagai sebuah kartel yang memiliki kekuatan monopsonistis maupun kekuatan monopolistik.
Kekuatan monopsonistis akan menekan harga yang diterima oleh petani, sedangkan kekuatan monopolistis akan meningkatkan harga yang dibayar konsumen. Dengan demikian, asosiasi pengusaha agribisnis horizontal di tingkat hilir yang mengarah pada kartel cenderung merugikan petani produsen maupun konsumen, tidak efisien, serta menurunkan produksi agregat (anti pertumbuhan). Tiadanya ikatan institusional, asosiasi pengusaha yang bersifat asimetri, kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat serba gurem; sedangkan kutub hilir, yaitu agroindustri dan eksportir, bersifat serba kuat) ditambah pula sifat intrinsik permintaan dan penawaran komoditi pertanian yang sangat tidak elastis membuat rantai vertikal agribisnis bersifat dualistik (bell and tai, 1969). Struktur agribisnis yang bersifat dualistik inilah yang menyebabkan munculnya masalah transmisi (pass through problems) dalam agribisnis (simatupang, 1995).
Dari segi transfer teknologi (modernisasi), struktur agribisnis dispersal juga tidak baik. Sesuai dengan relungnya (niche) pada rantai agribisnis, yang paling mengetahui dan akses terhadap perkembangan teknologi modern adalah kelompok agribisnis yang berada pada kutub hilir (eksportir/agroindustri). Kutub hulu (petani) berada di pedesaan sehingga kurang akses terhadap informasi maupun pasokan teknologi modern. Oleh karena itu, apabila struktur agribisnis vertikal tidak terkoordinir dengan baik maka modernisasi teknologi pertanian pun akan semakin lambat. Di samping itu, akan muncul pula dualisme kemajuan teknologi pada sektor agribisnis yang ditunjukkan oleh perbedaan tingkat kemajuan teknologi yang sangat kontras pada kedua kutub alur agribisnis vertikal:
Kutub hulu (petani) tetap menggunakan teknologi tradisional, sedangkan kutub hilir (agroindustri) telah menggunakan teknologi mutakhir. Secara singkat dapatlah disimpulkan bahwa struktur agribisnis dispersal tidak sesuai dengan kebutuhan modernisasi teknologi agribisnis, apalagi pada era bioteknologi mendatang, yang sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing.
  1. Melestarikan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup
Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi banyak berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan di wilayah hulu yang berakibat langsung pada kualitas lingkungan di wilayah hilir. Meningkatnya permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas baku lahan pertanian juga meningkatnya intensisitas usahatani di daerah aliran sungai (das) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan sawah, yang telah berlangsung sejak paruh kedua dekade 1980-an, saat ini cenderung makin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non pertanian, khususnya di pulau jawa.
Pada beberapa tahun terakhir, luas baku lahan sawah di luar jawa juga telah mengalami penurunan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan pangan juga meningkat.untuk memenuhi kebutuhan pangan telah dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian pangan. Salah satu dampak dari ekstensifikasi antara lain adalah penggundulan hutan. Luas hutan indonesia menurun dari 65% dari total daratan pada tahun 1985 menjadi hanya 47% pada tahun 2000. Di pulau jawa, konversi lahan sawah irigasi menjadi pemukiman dan tapak industri terus berlangsung dengan akselerasi yang meningkat. Dampak dari penggundulan hutan dan konversi lahan tersebut antara lain adalah berubahnya iklim secara global serta meningkatnya erosi, banjir dan kekeringan. Penurunan luas baku sawah di daerah hilir pada kondisi jumlah petani tetap bahkan bertambah telah mendorong peningkatan intensitas usahatani di daerah hulu yang berakibat pada penurunan kualitas das. Penurunan kualitas das menyebabkan efisiensi saluran irigasi menurun dan penurunan efsiensi ini makin cepat karena kurangnya pemeliharaan dan rehabilitasi sebagai akibat terbatasnya dana pemerintah.
  1. Membangun sistem iptek yang efisien
Permasalahan utama yang dihadapi indonesia berkaitan dengan pemanfaatan iptek pertanian adalah belum terbangunnya secara efisien sistem iptek pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategis) sampai hilir (pengkajian teknologi spesifik lokasi dan diseminasi penelitian kepada petani).
Efisiensi sistem iptek di sektor pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program litbang pertanian dengan lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi sistem iptek pertanian ini perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan peneliti yang berkemampuan (competent) d
Pertanian organik pertama kali dilakukan oleh Jerome Irving Rodle (1898-1971) dari Emmaus, lehigh Country, ia sebagai pioner dibidang pertanian berkelanjutan dan pertanian organik di amerika serikat yang sangat serius dalam mempromosikan kesehatan dan gaya hidup yang bersandar pada pangan organik. JJ Rodale adalah orang pertama yang mempopulerkan terminologi pertanian organik.
Di Jepang konsep pertanian ramah lingkungan pertama kali di kemukakan oleh mokichi okada pada tahun 1930-an yag kemudian dikenal dengan sebutan Kyusei Nature Farming (knf).
an produktif (credible). Juga perlu dibangun kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien.
Pertanian Organik Sebagai Solusi Alternatif
Pertanian organik bukanlah suatu pertanian yang hanya menghasilkan produk yang sehat saja, melainkan sistem pertanian ini harus juga mampu mempertahankan sumber daya tanah, air dan udara agar dapat mendukung sistem pertanian dalam waktu yang tidak terbatas, karena itu sistem pertanin ini juga tidak bisa lepas dari aspek konservasi sehingga tujuan akhir berupa pertanian yang berkelanjutan akan terwujud (Yusuf, 2001).
Menurut Nusril (2001) dan Nugrahadi (2002), keunggulan dan keuntungan dari penerapan pertanian organik, anatara lain :
  1. Lebih mendukung Usahatani yang Berkelanjutan
Sistem pertanian di Indonesia tidak mungkin kembali kesistem alami pada keadaan penduduk berlimpah dan lahan sempit. Oleh karena itu diperlukan sisitem pertanian alternatif yang bersifat berkelanjutan dan akrab lingkungan. Salah satu alternatif tersebut adalah sisitem pertanian organik yang mengacu pada sisitem lam tetapi memerlukan bantuan bioteknologi. Prinsip sisitem ini adalah dengn meminimlisasikan masukan senyawa-senywa anorganik (pupuk, pestisida, herbisida).
  1. Penggunaan Input Luar yang Rendah
Peranian organik merupakan sisitem pertanian yang menghindarkan diri dari input yang begitu tinggi dan harus dapat berfungsi secara berkelanjutan (Munawar, 2003). Sisitem peranian organik mendorong proses biologis dalam penyediaan unsur hara tersedia dan ktahan terhadap serangan orgnisme pengganggu tanaman (OPT) dan pengelolaan secara langsung diarahkan kepada pencegahan masalah, dengn menstimulasikan proses-proses yag mendukung dalam penyediaan hara dan pengendalian hama penyakit.
  1. Perubahan Pola Konsumsi Manusia
Kesadaran manusia akan kesehatan makanan semakin tingi, beberapa negara seperti Singapura dan negara-negara Eropa serta Amerika, telah menentukan standar kesehatan produk-produk pertanian dengan tujuan melindungi konsumen dari produ-produk pertanian yang mengandung residu obat-obatan kimiawi yang digunakan oleh petani, pertanian organik nampaknya akan menjadi alternatif.
Perkembangan pasar organik di ndnesia sangat pesat, tercatat hingga akhir 2004, volume penjualan produk utama berupa beras, sayuran, buah kering, rempah-rempah, herbal dan kopi (Nurhayati. 2005).
  1. Menghasilkan Produk Makanan yang Sehat
Peranian organik saat ini merupakan salah satu alternatif makann yang sehat sebab dianggap tidak banyak mengandung hormon, obat-obaan, pestisida, dan pupuk sintesis. Dengan menggunakan pupuk dan pestisida organik, hal ini akan berdampak terhadap produk yang dihasilkan sehat dan relatif aman bagi manusia karena residunya mudah hilang (Kardiman, 2000).
  1. Adanya Dukungan Dari Lembaga Pemerintah Dan Swasta
Lembaga pemerintah yang berperan dalam pengembangan pertanian organik adalah departemen pertanian. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah membentuk badan yang bertanggung jawab terhadap sertifikasi yang dilakukan oleh MAPORINA (masyarakat pertanian organik indonesia), serta badan lain yang ditunjuk oleh pemerintah, dengan tujuan agar produk pertanian organik mendapat kepercayaan dari masyarakat (Syekhfani,2004). Kegiatan ini juga ditunjang dengan program pemerintah : Go Organik 2010” oleh Departemen Pertanian. Selain lembaga pemerintah, pihak-pihak swasta juga ikut mendukung kegiatan ini, salah satu lembaga swasta tersebut, misalnya LPS yang merupakan salah satu lembaga yang melakukan kegiatan pengembngan pertanian organik.
  1. Ramah lingkungan
Sistem pertanian organik dilandaskan pada interaksi dinamis antara tanah, tanaman, binatang, manusia, ekosistem dan lingkungan. Sistem tersebut diarahkan kepada peningkatan siklus hidup alamiah ketimbang pemerasan atau penekanan terhadap alam. Sistem ini sangat mengandalkan sumber-sumber daya yang tersedia di wilayah setempat. Sistem pertanian ini dapat memberikan kontribusi terhadap masa depan dampak lingungan bagi kepentingan manusia (Dharmawan, dkk, 2002).
Pengembangan pertanian organik memilki dampak positif bagi petani dan juga pemerintah, namun dalam pengembangan pertanian organik tersebut memilki kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah, swasta, bahkan petani itu sendiri, padahal pertanian organik merupakan solusi alternatif dalam pembangunan pertanian.
Menurut Yusuf (2001) beberapa kendala atau permasalahan dalam pengembangan pertanian organik antara lain :
  1. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Tingkat pendidikan petani masih sangat rendah hal ini dapat dilihat dengan persentase masyarakat yang mengejam pendidikan sebagai berikut : usaha tanaman pangan dilakukan oleh 81,72 % petani dimana SDM-nya 88,14 % tidak lulus SMA, 14 % petani tidak pernah sekolah dan 73 % hanya lulusan atau bahkan tidak tamat SD (Purwoko, 2004). Tingkat pendidikan masyarakat petani yang rendah akan berpengaruh terhadap pola pikir masyaratkat petani.
  1. Lahan Pertanian yang Dimiliki Relatif Sempit
Hasil sensus pertanian 1993 menunjukkan kondisi yang memprihatinkan karena lebih dari 10,5 juta (53 %) rumah tangga petani menguasai kurang dari 0,25 Ha. Sedangkan hasil penelitian PATANAS 2000 tentang penguasaan lahan lebih memprihatinkan lagi, terutama lahan sawah. Dipulau Jawa, sekitar 88% rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 Ha dan sekitar 76 % mengauasai lahan sawah kurang dari 0,25 Ha. Sementara itu, di luar pulau Jawa kondisinya masih lebih baik dibandingkan di Jawa (Purwoko, 2004).
  1. Kebiasaan Petani Dalam Menggunakan Pestisida Dan Pupuk Kimia
Petani pada umumnya melakukan kegiatan pertanian secara konvensional yang dikelola secara tradisional. Petani tersebut sangat tergantung pada pupuk dan pestisda kimia dan melakukan kegiatan produksi pertaniannya (Sudiarso, 2004).  Keadaan seperti ini sangat sulit dirubah dan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup banyak. Serta melibatkan banyak pihak, baik swasta maupun pemerintah dan tentu saja masyarakat itu sendiri.
  1. Belum Ada Jaminan Pasar Atau Harga Khusus Untuk Produk Organik
Produk organik masih terasa berat untuk di konsumsi oleh konsumen. Konsumen tidak mengetahui berapa harga produk tersebut dan dimana konsumen bisa mendapatkan produk tersebut. Disamping juga adanya suatu pemikiran konsumen apakah berbahaya bila mengkonsumsi produk organik tersebut (Sudiarso, 2004)

Kesimpulan
Dimasa yang akan datang visi pembangunan pertanian indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif  melalui pembangunan pertanian yang selaras dengan alam. Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam pertanian berkelanjutan adalah membangun pemerintahan yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional, mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil, mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani, dan pemerataan hasil pembangunan, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, membangunan sistem agribisnis terkoordinatif, melestarikan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup, membangun sistem iptek yang efisien
Sebagai sulusi alternatif dalam pembangunan pertanian Indonesia terdapat keunggulan dan kelemahan dari sisitem pertanin organik yaitu lebih mendukung usahatani yang berkelanjutan, penggunaan input luar yang rendah, perubahan pola konsumsi manusia, menghasilkan produk makanan yang sehat, adanya dukungan dri lembaga pemerintah dan swasta, ramah lingkungan. Sedangkan kendala atau permasalahan dalam pengembangan pertanian organik adalah:  rendahnya kualitas sumber daya manusia, lahan pertanian yang dimiliki relatif sempit, kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida dan pupuk kikmia, belum ada jaminan pasar atau harga khusus untuk produk organik.
Saran
Pertanian organik hendaknya dikembangkan dengan mengupayakan orientasi ekonomi dengan tidak terlepas dari hubungan yang selaras dengan alam agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani khususnya dan masyarakat indonesia umumnya


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Proposal Kegiatan Seminar Nasional Dan Musyawarah Wilayah II Ke VI POBMASEPI. POBMASEPI. Jakarta.
Asriani, Putri Suci. 2003. Konsep Agribisnis dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. ”Prospek Pertanian Organik di Indonesia “, Juli 2002. Diakses pada 7 September 2012.
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/110
International Federation of Organic Agriculture Movements. ”PRINSIP-PRINSIP PERTANIAN ORGANIK “. Diakses pada 23 Mei 2010.
Kardiman, Agus. 2000. Pestisida Nabati (Ramuan dan Aplikasi). Penebar Swadaya. Jakarta.
Munawar, M. 2003. Potensi, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Pertanian Organik. Unsoed, Purwokerto.
Nugrahadi, EW. 2002. Pertanian Orgaik Sebagai Alternatif Teknologi Dalam Upaya Menghasilkan Produk Hijau. IPB. Bogor.
Nurhayati, Sri. 2005. Dukungan Pemerintah Terhadap Pertanian Organik  Masih Minim, Jakarta.
Nusril, 2001. Perspektif Pemasaran Dari Pembangaunan Pertanian Organik Di Propinsi Bengkulu. Makalah disampaikan pada pembekalan Program Semi Que III fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Juli 2001. Bengkulu.
Pezzy, j. 1992. Sustainable development concepts : an economics analysis. Environment paper no. 2. The world bank, washington, d.c.
Purwoko, Agus. 2004. Hand Out; Pengantar Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Seta, AK. 2001. Menuju Pertanian Organik. Makalah disampaikan pada Pembekalan Program Semi Que III Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Juli 2001. Bengkulu
Soetrisno, Loekman. 1998. Pertanian Pada Abad Ke-21. Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi dan Kebudayaan. Jakarta
Sudiarso, 2004. Pupuk Dan Pemupukan (prospek pengolahan limbah Organik sebagai pupuk). Makalah disampaikan pada pelatihan Dosen-dosen PTN-PTS se Indonesia, di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, 22-31 Mei 2004. Malang.
Syekhfani.2004. Prospek Dan Permasalahan Sistem Pertanian Organik (SPO). Makalah disampaikan pada Pelatihan Dosen-dosen dosen PTN-PTS se Indonesia, di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, 22-31 Mei 2004. Malang.
Tjiptoheriyanto, Prijono, 2004, Pemberdayaan Petani Dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Dosen-dosen PTN-PTS se Indonesia, di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, 22-31 Mei 2004. Malang.
Yusuf, Fredi S. 2001. Membentuk Masyarakat Pertanian Organik Di Propinnsi Bengkulu. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Wced. 1987. Our common future : the bruntland report. Oxford university Press for the world commission on environment and development, new York.
Wibowo, Rudi. 2000. Perspektif Manajemen Pembangunan Pertanian Indonesia. Edisi No. I/IV/ Januari-Juni/20002000.Jurnal Agribisnis. Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar